You are currently browsing the tag archive for the ‘JUDICIAL REVIEW’ tag.

Akhir-akhir ini timbul suatu trend dalam masyarakat untuk menguji setiap produk/peraturan yang baru, pilihan demikian menurut penulis dilatarbelakangi oleh semangat reformasi dan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Semangat untuk menguji produk perundang-undangan itu tidak hanya terjadi di pusat, akan tetapi juga terjadi di daerah. Di Sumatera Barat misalnya DPRD Propinsi telah mengajukan Judicial Review terhadap Peraturan Pemerintah No. 110 tahun 2000 dalam rangka mempertahankan Perda tentang APBD tahun 2002 sementara hal yang sama rohnya telah pula terjadi di Jakarta. 

Upaya hukum Judicial Review adalah suatu perbuatan yang sah-sah saja dilakukan, akan tetapi haruslah dilihat secara tidak salah apa yang menjadi alasannya baik formal yuridis maupun substansinya. Tanpa memperhatikan hal tersebut penulis berpendapat tindakan demikian akan menambah bertumpuknya tugas-tugas Mahkamah Agung, sementara itu waktu lembaga hukum tertinggi tersebut telah disibukkan oleh tugas-tugas konvensionalnya (memeriksa dan mengadili perkara kasasi dan Peninjauan Kembali yang berasal dari 4 badan peradilan, belum lagi perkara yang berasal dari peradilan HAM). 

Secara sederhana Judicial Review adalah hak uji terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Misalnya Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar (telah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pasal 24 C ayat 1 UUD 1945), Peraturan Pemerintah terhadap Undang-Undang, Peraturan Daerah (Perda) terhadap Peraturan Pemerintah dan lainnya. Artinya Judicial Review itu tidak dapat dilakukan untuk mempertahankan Perda yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah apalagi Perda yang tidak sesuai dengan Undang-undang. 

Untuk itu dapat disimak isi pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 : 

“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan Perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan Undang-Undang. Secara “a contrario” Perda tidak dapat dijadikan dasar untuk membatalkan Peraturan Pemerintah” 

Artinya secara hukum yang dapat di-judicial review-kan adalah peraturan yang lebih rendah terhadap ketentuan yang lebih tinggi, bukan sebaliknya. Sementara jika ada peraturan yang lebih rendah yang bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, seyogyanya dijadikan dasar dari pembentukan peraturan yang lebih rendah. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 70 UU No. 22 tahun 1999 : 

“Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah yang lain, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”

Dari ketentuan pasal 70 UU No. 22 tahun 1999 ini dapat disimpulkan setiap peraturan daerah yang bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi dan/atau bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau bertentangan dengan Perda jenis lain yang telah ada sebelumnya adalah batal dengan sendirinya”