You are currently browsing the tag archive for the ‘JUDICIAL REVIEW’ tag.
Upaya hukum Judicial Review adalah suatu perbuatan yang sah-sah saja dilakukan, akan tetapi haruslah dilihat secara tidak salah apa yang menjadi alasannya baik formal yuridis maupun substansinya. Tanpa memperhatikan hal tersebut penulis berpendapat tindakan demikian akan menambah bertumpuknya tugas-tugas Mahkamah Agung, sementara itu waktu lembaga hukum tertinggi tersebut telah disibukkan oleh tugas-tugas konvensionalnya (memeriksa dan mengadili perkara kasasi dan Peninjauan Kembali yang berasal dari 4 badan peradilan, belum lagi perkara yang berasal dari peradilan HAM).
Secara sederhana Judicial Review adalah hak uji terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Misalnya Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar (telah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi berdasarkan pasal 24 C ayat 1 UUD 1945), Peraturan Pemerintah terhadap Undang-Undang, Peraturan Daerah (Perda) terhadap Peraturan Pemerintah dan lainnya. Artinya Judicial Review itu tidak dapat dilakukan untuk mempertahankan Perda yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah apalagi Perda yang tidak sesuai dengan Undang-undang.
Untuk itu dapat disimak isi pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 :
“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan Perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan Undang-Undang. Secara “a contrario” Perda tidak dapat dijadikan dasar untuk membatalkan Peraturan Pemerintah”
Artinya secara hukum yang dapat di-judicial review-kan adalah peraturan yang lebih rendah terhadap ketentuan yang lebih tinggi, bukan sebaliknya. Sementara jika ada peraturan yang lebih rendah yang bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi, seyogyanya dijadikan dasar dari pembentukan peraturan yang lebih rendah. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 70 UU No. 22 tahun 1999 :
“Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah yang lain, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”